Ilustrasi Peretas Anonymous
Koorporasi maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), nampaknya harus waspada akan ancaman siber. Tingginya tingkat serangan siber yang masuk ke Tanah Air khususnya bermotif uang.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Teknologi dan Industri Sekuriti Indonesia (ATISI), Aritonang mengatakan, data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), menunjukan bahwa pada 2018 Indonesia mengelami sekitar 200 juta serangan siber.
“Melihat hal tersebut, perusahaan dan BUMN di Indonesia wajib mewaspadai serangan keamanan siber,” ujarnya, Rabu (27/2).
Terkait hal tersebut perlu adanya peningkatan pemahaman terkait bagaimana mitigasi serangan dan meningkatkan keamanan siber di berbagai sektor.
Founder and Chairman perusahaan teknologi keamanan, Professtama, Sanny Suharli menilai, keamanan siber harus menjadi perhatian berbagai pihak. Mengingat saat ini sudah banyak yang memanfaatkan kecanggihan teknologi.
Sementara, direktur perusahaan keamanan siber asal Australia, Red Piranha, Richard Backer menuturkan potensi kerugian akibat ancaman siber begitu besar. Ia memprediksi dalam lima tahun kedepan angka kerugian akibat hal tersebut bisa mencapai 8 triliun dolar Australia.
“Perkembangan ancaman siber yang semakin kompleks, menjadikan salah satu tantangan terbesar adalah kebutuhan akan keamanan siber,” kata Backer.
Untuk Professtama bekerja sama dengan Red Piranha memberikan tawaran edukasi dan solusi untuk para korporasi dan BUMN terkait peningkatan sistem keamanan dengan menghadirkan Crystal Eye.
Sebagai informasi, Crystal Eye merupakan sebuah platform Unified Thread Management (UTM) yang mengedepankan sistem pertahanan siber berlapis untuk kebutuhan koorporasi dan usaha kecil menengah (UKM).
Sistem tersebut diklaim mampu memproses lebih dari 14 juta indikator ancaman perharinya, dengan kemampuan analisa dan vasibilitas aktual. Sehingga memungkinkan penanganan ancaman secara otomatis.
Sumber: Akurat.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar